Minggu, 30 Januari 2011

Deskripsi Alat Penangkap Ikan

DESKRIPSI ALAT PENANGKAP IKAN
Oleh : Alfi Sahri Baruadi, Zhulmaydin Fachrussyah


Deskripsi Pukat Tarik (Trawl) :
Pukat Tarik adalah jaring berbentuk kantong yang ditarik oleh satu atau dua kapal, baik melalui sam ping atau belakang kapal, selama jangka waktu tertentu untuk menangkap ikan atau binatang air.
Daftar Alat Tangkap untuk Kategori Pukat Tarik :
Pukat Udang (Shrimp Trawl)
Otter Trawl (Otter Trawl)
Pukat Ikan (Fish Net)

Deskripsi Pukat Udang (Shrimp Trawl) :
Pukat udang adalah trawl yang digunakan untuk menangkap udang, ditarik oleh satu atau dua kapal. Mulut jaring terbuka disebabkan oleh dua buah otter board yang terdapat pada ke dua sayapnya.

Deskripsi Pukat Ikan (Fish Net) :
Pukat ikan adalah trawl yang digunakan untuk menangkap ikan, ditarik oleh satu atau dua kapal. Mulut jaring terbuka disebabkan oleh dua buah otter board yang terdapat pada kedua sayapnya.
Daftar spesies yang dapat ditangkap dengan Pukat Ikan :
Bawal Hitam (Black Pomfret)
Kembung lelaki (Striped mackerel)
Tembang (Fringescale sardinella)

Deskripsi Pukat Kantong (Seine) :
Pukat kantong adalah jaring yang memiliki kantong dan dua sayap dioperasikan dengan cara menarik kedua sayapnya ke arah kapal yang berhenti atau ke darat.
Daftar Alat Tangkap untuk Kategori Pukat Kantong :
Payang (Danish Seine)
Dogol (Danish Seine)
Pukat Pantai (Beach Seine)
Deskripsi Payang (Danish Seine) :
Payang adalah pukat kantong yang digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Kedua sayapnya berguna untuk menggiring ikan supaya masuk ke dalam kantong. Cara operasinya adalah dengan melingkari gerombolan ikan dan kemudian pukat kantong tersebut ditarik kearah kapal.
Daftar spesies yang dapat ditangkap dengan Payang :
Cakalang (Skipjack tuna)
Kuwe (Jacks Travellies)
Layang, Benggol (Scad mackerel)
Pisang-pisang (Goldbanded fusilier)
Tongkol (Frigate mackerel)
Tongkol,Komo (Eastern little tunas)
Tongkol Walang Kekek (Sarda Orientalis)
Tuna Mata Besar (Bigeye tuna)
Deskripsi Dogol (Danish Seine) :
Dogol adalah pukat kantong yang digunakan untuk menangkap ikan dasar (demersal fish) dan pada umumnya mempunyai dua utas tali penarik yang sangat panjang. Tali tersebut diikatkan pada masing-masing ujung sayap. Selama penarikan, tali penarik dan sayapnya digunakan untuk mengurung dan mengarahkan ikan supaya masuk ke dalam kantong.
Daftar spesies yang dapat ditangkap dengan Dogol :
Cakalang (Skipjack tuna)
Kakap Merah/Bambangan (Red snapper)
Layaran (Indo-Pacific sailfish)
Udang jarak (Grey-blue, spotted legs SL.)
Deskripsi Pukat Pantai (Beach Seine) :
Pukat pantai adalah semua pukat kantong yang dioperasikan dengan cara menarik pukat kantong ini ke pantai. Penarikan ini biasanya dilakukan oleh beberapa orang pada masing-masing sayapnya, tetapi dapat pula dilakukan oleh seorang saja apabila ukuran pukat pantai ini kecil.
Daftar spesies yang dapat ditangkap dengan Pukat Pantai :

Deskripsi Pukat Cincin (Purse Seine) :
Pukat cincin adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang tanpa kantong dengan banyak cincin di bagian bawahnya dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan. Cara operasinya adalah dengan melingkarkan jaring ini mengurung gerombolan ikan. Setelah ikan terkurung bagian bawah jaring ditutup dengan menarik tali yang dilewatkan pada cincin-cincin di bagian bawah jaring.



Daftar Alat Tangkap untuk Kategori Pukat Cincin :
Deskripsi Pukat cincin (Purse seine) :
Pukat cincin adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, tanpa kantong dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Cara operasinya adalah dengan cara melingkarkan jaring ini mengurung gerombolan ikan. Setelah
Daftar spesies yang dapat ditangkap dengan Pukat cincin :
Bawal Hitam (Black Pomfret)
Bulusan (Prickly leather-jacket)
Cakalang (Skipjack tuna)
Keling terotol (White pepper lipfish)
Kembung lelaki (Striped mackerel)
Kembung Perempuan (Short-bodied mackerel)
Kuwe (Jacks Travellies)
Lapar kenyang (Ass's ear abalone)
Layang, Benggol (Scad mackerel)
Lemuru (Indonesian oil sardinella)
Sekorpion barong (Russel's firefish)
Selar kuning (Yellowstripe trevally)
Tembang (Fringescale sardinella)
Tenggiri (Barred Spanish mackerell)
Tompel (Black-backed clownfish)
Tongkol (Frigate mackerel)
Tongkol,Komo (Eastern little tunas)
Deskripsi Jaring Angkat (Net) :
Jaring angkat adalah jaring berbentuk empat persegi panjang yang dibentangkan di dalam air secara horisontal dengan menggunakan batang-batang bambu atau kayu sebagai rangkanya. Pemasangan jaring dilakukan di bagian permukaan air, tengah dan dasar perairan. Alat ini dilengkapi alat bantu berupa lampu atau terbawa arus.
Daftar Alat Tangkap untuk Kategori Jaring Angkat :
Bagan Perahu/Rakit (Boat/Raft Lift Nets)
Bagan Tancap (Bamboo platform Lift Net)
Serok (Scoop Net)
Jaring Angkat Lainnya (Other Lift Net)
Deskripsi Bagan Perahu/Rakit (Boat/Raft Lift Nets) :
Bagan perahu/rakit adalah jaring angkat yang dipasang atau dibangun di atas satu atau lebih rakit/perahu baik memakai jangkar atau tidak pada waktu dioperasikan. Dalam operasi penangkapannya dipergunakan lampu sebagai daya penarik agar ikan-ikan berkumpul di atas jaring.
Daftar spesies yang dapat ditangkap dengan Bagan Perahu/Rakit :
Balong (Tomato clowfish)
Bandeng Lelaki (Giant herring)
Madidihang (Yellowfin tuna)

Deskripsi Bagan Tancap (Bamboo platform Lift Net) :
Bagan tancap adalah jaring angkat yang cara pemasangannya menetap di suatu tempat, dekat pantai atau pada tempat-tempat yang dangkal. Dalam operasi penangkapannya dapat dipergunakan lampu sebagai penarik ikan supaya berkumpul di atas jaring. Biasanya pada bagan tancap ini dibangun juga rumah sebagai tempat tinggal si nelayan, ada pula yang membuat tempat menjemur ikan di muka rumah tersebut.

Daftar spesies yang dapat ditangkap dengan Bagan Tancap :
Albacora (Albacore)
Alu-alu/Barakuda (Barracuda)
Balong (Tomato clowfish)
Bandeng Lelaki (Giant herring)
Bawal Hitam (Black Pomfret)
Terubuk (Tolishad (Chinese herrings))
Deskripsi Serok (Scoop Net) :
Serok (Scoop net) jaring yang berbentuk kerucut atau kantong, mulut jaring membuka karena adanya bingkai yang terbuat dari rotan atau bambu. Operasi penangkapannya dapat dilakukan tanpa atau dengan perahu/kapal motor.
Daftar spesies yang dapat ditangkap dengan Serok :

Deskripsi Jaring Angkat Lainnya (Other Lift Net) :
Jaring angkat lainnya adalah jaring angkat selain bagan maupun serok.
Daftar spesies yang dapat ditangkap dengan Jaring Angkat Lainnya :
Albacora (Albacore)
Cakalang (Skipjack tuna)
Cucut, Hiu (Whitecheek shark)
Cucut martil (Hammerhead sharks)
Layang, Benggol (Scad mackerel)
Lemadang (Common dolfinfish)
Tenggiri (Barred Spanish mackerell)
Tongkol (Frigate mackerel)

Deskripsi Jaring Angkat Lainnya (Other Lift Net) :
Jaring angkat lainnya adalah jaring angkat selain bagan maupun serok.
Daftar spesies yang dapat ditangkap dengan Jaring Angkat Lainnya :
Albacora (Albacore)
Cakalang (Skipjack tuna)
Cucut, Hiu (Whitecheek shark)
Cucut martil (Hammerhead sharks)
Layang, Benggol (Scad mackerel)
Lemadang (Common dolfinfish)
Tenggiri (Barred Spanish mackerell)
Tongkol (Frigate mackerel)

Deskripsi Pancing (Hook and Lines) :
Pancing adalah alat penangkap ikan yang terdiri dari tali dan mata pancing. Umumnya pada mata pancing dipasang umpan, baik umpan buatan maupun umpan alami yang berguna untuk menarik perhatian ikan dan binatang air lainnya.
Daftar Alat Tangkap untuk Kategori Pancing :
Rawai Tuna (Tuna Long Line)
Rawai Hanyut (Drift Long Line)
Rawai Tetap (Set Long Line)
Huhate (Pole and Line)
Pancing Tonda (Troll Line)
Pancing Ulur (Hand line)
Deskripsi Rawai Tuna (Tuna Long Line) :
Rawai tuna (Tuna long line) adalah rawai yang khusus untuk menangkap ikan-ikan tuna. Alat ini pada waktu operasi dibiarkan hanyut dan terapung dekat permukaan perairan untuk jangka waktu tertentu.
Daftar spesies yang dapat ditangkap dengan Rawai Tuna :
Albacora (Albacore)
Baby Tuna (-)
Cakalang (Skipjack tuna)
Cucut, Hiu (Whitecheek shark)
Cucut Lanjaman (Carcharinus falfiformis)
Cucut Pahitan (Alopias superciliosis )
Cucut Slendang (Prionace Glaucu)
Cucut Sorrah Super (Corchorinus Sorrah)
Cucut Super (carchanus brevipina)
Cucut Tikus (-)
Cumi-cumi, Enus (Squid)
Gulamah/Samgeh (Croackers/Drums)
Ikan Pedang (Sword fish)
Ikan Sebelah (Langkau) (Indian halibut)
Ikan Setan (-)
Kakap Hitam ()
Kakap Merah/Bambangan (Red snapper)
Kuwe (Jacks Travellies)
Layaran (Indo-Pacific sailfish)
Lemadang (Common dolfinfish)
Lencam (Emperor)
Madidihang (Yellowfin tuna)
Manyung (Marine catfish)
Pari Plampangan (-)
Remang/Cumang (Yellow pike-conger)
Setuhuk Hitam (Black marlin)
Setuhuk Putih (Indo Pacific marlin)
Tenggiri (Barred Spanish mackerell)
Tuna Mata Besar (Bigeye tuna)
Tuna Sirip Biru Selatan (Southern bluefin tuna)
Udang Cikaso ()

Menghitung Mesh Size

Menghitung Mesh Size
Oleh : Zhulmaydin Fachrussyah

Menurut Supardi Ardidja (2007) Webbing adalah gabungan sejumlah mata jaring yang dijurai baik dengan cara disimpul atau tanpa simpul, dibuat dengan menggunakan mesin atau tangan, baik yang terbuat dari serat alami maupun serat buatan, juga merupakan komponen utama alat penangkap ikan. Ukuran webbing dinyatakan dengan panjang dalam satuan panjang dan kedalaman dalam satuan jumlah mata jarring
Jenis webbing ditentukan oleh bagaimana mata jaring dibentuk atau disimpul, secara umum jenisnya terbagi dua, yaitu webbing yang disimpul dan yang tidak disimpul. Simpul adalah suatu ikatan pembentuk mata jaring atau suatu cara penyambungan benang atau tali. Simpul pada pembuatan webbing umumnya terdiri dari empat macam, yaitu,
1. Flat knot (reef knot, square knot),
2. Trawler knot (English knot, sheet bend, round knot),
3. Double trawl knot,
4. Special flat knot.

Gambar 1. Jenis – jenis siimpul pada pembauatan Webing ( Sumber Muhktar,A.Pi,M.Si)
Fish Net, Pukat Udang, Purse Seine, Gillnet, Payang, Dogol, Pukat Hela, Pukat Pantai dan Moroami adalah contoh alat penangkap ikan yang terbuta dari webbing
Menurut Muhktar A.Pi, M.Si Mata jaring adalah untaian tali jaring yang terdiri dari 4 bar dan 4 knot. Lebar Mata Jaring (Mesh size) ditentukan dengan mengukur jarak antara 2 knot yang berjauhan pada sisi dalam mata jaring dan bahan jaring dalam keadaan basah. Pengertian lain Mesh size adalah ukuran lubang pada jaring penangkap ikan. Ukuran mata jaring minimum seringkali ditentukan dengan aturan untuk menghindari penangkapan ikan muda yang bernilai setelah mencapai ukuran optimal untuk ditangkapMenurut Supardi Ardidja (2007) Mata jaring dibentuk oleh empat buah simpul dan empat buah bar, simpul yang terletak pada arah benang disebut mesh (jika simpul diurai benang jaring tidak terputus), dan yang tegak lurus dengan arah benang disebut point (benang jaring terputus). Ukuran mata jaring (mesh size) diukur dalam keadaan mata tertutup (stretched mesh).
Ukuran mata jaring (mesh size) diukur pada saat keadaan mata jaring tertutup kencang, atau saat kedua point berimpit atau ditarik kencang secukupnya. Satuan mata jaring ditentukan oleh sistem penomoran yang digunakan. Jika siatem penomoran menggunakan tex system satuannya adalah milimeter, sedangkan jika menggunakan denier system maka satuan ukuran mata jaring adalah inci.
Bukaan Mata Jari pada saat webbing dipasangkan pada tali pelampung (float line) atau tali pemberat (sinker line) dengan rasio penggantungan tertentu maka mata jaring akan terbuka baik ke arah panjangnya maupun ke arah dalamnya. Besaran bukaan mata jaring sangat ditentukan oleh metode panangkapan ikan (bagaimana ikan ditangkap), apakah ikan harus dikurung, dijerat atau diloloskan. Selain itu juga ditentukan oleh bentuk ikan yang akan ditangkap.
Berdasarkan surat Direktur Jenderal Perikanan Tangkap No. 1546/DPT.2/PI.320.02/IV/08 tanggal 14 April 2008 perihal Pedoman cara pengukuran panjang mata jaring (mesh size) dan bukaan mata jarring, Cara pengukuran panjang mata jaring (Mesh Size) dan bukaan mata jaring dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut :

A. Dengan Mata Jaring

Gambar 2. Cara Mengukur panjang maksimal Mata Jaring (mesh size) Dengan Mata Jaring ( sumber : searcing Google)

Keterangan :
(a) : Jarak (arah tegak) antara titik tengah dua simpul berhadapan dan mata jaring yang diregang (tertutup).
(OM) : Ukuran dalam maksimum (arah tengah) antara dua simpul yang berhadapan dari mata jaring yang direngang.
Panjang OM adalah yang dinamakan Mesh Size atau panjang maskimal mata jaring
(b) : Panjang kaki (bar)

B. Dengan Sepuluh Mata Jaring
Cara mengukur panjang jaring sejumlah sepuluh mata yang ditarik secara sempurna ke arah vertikal (sampai bar/kaki pembentuk mata jaring berimpit). Berdasarkan panjang jaring hasil pengukuran tersebut, kemudian dibagi dengan jumlah mata sepuluh. Hasil pembagian tersebut adalah ukuran mata jaring (mesh size) jaring dimaksud.
Contoh : Terhadap 10 mata jaring yang ditarik sempurna, setelah diukur diperoleh ukuran panjang sebesar 30 cm.
Selanjutnya 30 cm dibagi dengan jumlah mata (10 buah) diperoleh hasil 3 cm.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ukuran mata jaring (mesh size) tersebut adalah 3 cm.

Gambar 3. Cara Mengukur Mata Jaring (mesh size) Dengan Sepuluh Mata ( Sumber : Mukhtar,A.Pi,M.Si)
Pengukuran harus dilakukan pada beberapa titik / tempat yang berbeda dalam 1 (satu) bagian yang sama. Misalnya pada bagian kantong/cod-end pukat udang atau pukat ikan, panjang kantong dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, kemudian pada masing-masing bagian dilakukan pengukuran mesh size (dengan catatan : mengabaikan ukuran ekstrimnya) pada 10 (sepuluh) titik yang berbeda. Hasil masing-masing pengukuran tersebut kemudian ditentukan nilai rata-ratanya. Maka nilai rata-rata tersebut adalah ukuran mata jaring (mesh size) bagian yang dimaksud.
Cara sederhana mengukur mata jaring sebagai berikut :
• Tarik kencang satu baris benang (misal 10 mata) dalam arah tegak/vertikal (untuk arah N atau tegak).
• Ukur jarak antara titik tengah 2 simpul (atau sambungan) yang dipisahkan 10 mata.
•Bagi hasilnya dengan 10, hasil pembagian tersebut merupakan panjang satu mata jaring (mesh size).


Gambar 4. Cara Sederhana Mengukur Mata Jaring (mesh size)( Sumber : muhtar,A.Pi,M.Si)

C. Alat Ukur Mata Jaring (Net Gauge)
Alat ukur mata jaring (net gauge) adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur mata jaring yang dibuat oleh Pusat Riset Teknologi Kelautan Badan Riset Kelautan dan Perikanan yang terdiri dari Pengukur Mata Jaring Kecil, Pengukur Mata Jaring Besar dan Pemberat (bandul). Alat tersebut terbuat dari bahan kuningan.

Gambar 4. Alat Ukur Mata Jaring (Net Gauge)( Sumber : Searcing Google )
Pelaksanaan pengukuran sebagai berikut ;
1. Gunakan alat ukur mata jaring (net gauge) yang sesuai dengan lebar mata jaring yang hendak diukur.
2. Masukan alat pengukur tersebut pada mata jaring.
3. Atur posisi alat ukur sehingga kedua sisi alat ukur seperti gambar open mesh size diatas.
4. Pasang pemberat (bandul) pada tempatnya sehingga posisi mendatar.
5. Ukuran mata jaring dapat dilihat pada sisi-sisi alat ukur.


Pustaka : Supardi Ardidja, 2007, Bahan Alat Penangkapan Ikan dan Rancang Bangun Alat Penangkapan Ikan, Surat Dirjen Perikanan Tangkap No. 1546/DPT.2/PI.320.02/IV/08 Tanggal 14 April 2008 Perihal Pedoman Cara Pengukuran panjang mata jaring (mesh size) dan bukaan Mata Jaring, BBPPI Semarang, 2006, Panduan Teknis Usaha Penangkapan Ikan, Pusat Riset Tehnologi Kelautan, Petunjuk Pemakaian Alat Ukur Mata Jaring, Beberapa Paparan dari Pejabat Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.

Klasifikasi Alat Penangkap Ikan

Semakin berkembangnya zaman, maka semakin berkembang pula jenis dan jumlah alat penangkap ikan yang dioperasikan di Indonesia. banyaknya jenis alat penangkap ikan ini menyebabkan perlunya dilakukan pengklasifikasian alat penangkap ikan. salah satunya yang dilakukan olek DKP ( sekarang Kementrian Kelautan dan Perikanan .
untuk melihat lebih lanjut klasifikasi alat penangkap ikan bisa di klik pada http://www.dkp.go.id/upload/Klasifikasi%20API.pdf
Selamat Mencoba.....

Ekosistem Mangrove

1. Ikan
Ikan di daerah hutan mangrove cukup beragam yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu :
• Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp).
• Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae).
• Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda, Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.
• Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.

2. Crustacea dan Moluska
Berbagai jenis fauna yang relatif kecil dan tergolong dalam invertebrata, seperti udang dan kepiting (Krustasea), gastropoda dan bivalva (Moluska), Cacing (Polikaeta) hidup di hutan mangrove. Kebanyakan invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar mangrove, atau di lantai hutan mangrove. Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan mangrove yang berlumpur. Melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove.
Biota yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah crustacea dan moluska. Kepiting, Uca sp dan berbagai spesies Sesarma umumnya dijumpai di hutan Mangrove. Kepiting-kepiting dari famili Portunidae juga merupakan biota yang umum dijumpai. Kepiting-kepiting yang dapat dikonsumsi (Scylla serrata) termasuk produk mangrove yang bernilai ekonomis dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar hutan mangrove. Udang yang paling terkenal termasuk udang raksasa air tawar (Macrobrachium rosenbergii) dan udang laut (Penaeus indicus , P. Merguiensis, P. Monodon, Metapenaeus brevicornis) seringkali juga ditemukan di ekosistem mangrove. Semua spesies-spesies ini umumnya mempunyai dasar-dasar sejarah hidup yang sama yaitu menetaskan telurnya di ekosistem mangrove dan setelah mencapai dewasa melakukan migrasi ke laut. Ekosistem mangrove juga merupakan tempat memelihara anak- anak ikan. Migrasi biota ini berbeda-beda tergantung spesiesnya. Udang Penaeus dijumpai melimpah jumlahnya hingga kedalaman 50 meter sedangkan Metapenaeus paling melimpah dalam kisaran kedalaman 11-30 meter dan Parapenaeopsis terbatas hanya pada zona 5-20 meter. Penaeid bertelur sepanjang tahun tetapi periode puncaknya adalah selama Mei – Juni dan Oktober- Desember yang bertepatan dengan datangnya musim hujan atau angin musim. P. Merquiensis setelah post larva ditemukan pada bulan November dan Desember dan setelah 3 - 4 bulan berada di mangrove mencapai juvenile dan pada bulan Maret sampai Juni juvenil berpindah ke air yang dangkal. Setelah mencapai dewasa atau lebih besar, udang akan bergerak lebih jauh lagi keluar garis pantai untuk bertelur dengan kedalaman melebihi 10 meter. Waktu untuk bertelur dimulai bulan Juni dan berlanjut sampai akhir Januari.
Molusca yang memiliki nilai ekonomis biasanya sudah jarang ditemukan di ekosistem mangrove karena dieksploitasi secara besar-besaran. Contohnya adalah spesies Anadara sp saat ini jarang ditemukan di beberapa lokasi ekosistem mangrove karena dieksploitasikan secara berlebihan. Bivalva lain yang paling penting di wilayah mangrove adalah kerang darah (Anadara granosa) dan gastropod yang biasanya juga dijumpai terdiri dari Cerithidia obtusa, Telescopium mauritsii dan T telescopium. Kerang-kerang ini merupakan sumber daya yang penting dalam produksi perikanan, dan karena mangrove mampu menyediakan substrat sebagai tempat berkembang biak yang sesuai, dan sebagai penyedia pakan maka dapat mempengaruhi kondisi perairan sehingga menjadi lebih baik. Kerang merupakan sumberdaya penting dalam pasokan sumber protein dan sumber penghasilan ekonomi jangka panjang. Untuk penduduk sekitar pantai menjadikan kerang sebagai salah satu jenis yang penting dalam penangkapan di wilayah mangrove.

Sifat Fisik Air Laut

BAB I
TEMPERATUR AIR LAUT

Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur adalah sifat termodinamis cairan karena aktivitas molekul dan atom di dalam cairan tersebut. Semakin besar aktivitas (energi), semakin tinggi pula temperaturnya. Temperatur menunjukkan kandungan energi panas. Energi panas dan temperatur dihubungkan oleh energi panas spesifik. Energi panas spesifik sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur dari satu satuan massa fluida sebesar 1o. Jika kandungan energi panas nol (tidak ada aktivitas atom dan molekul dalam fluida) maka temperaturnya secara absolut juga nol (dalam skala Kelvin). Jadi nol dalam skala Kelvin adalah suatu kondisi dimana sama sekali tidak ada aktivitas atom dan molekul dalam suatu fluida. Temperatur air laut di permukaan ditentukan oleh adanya pemanasan (heating) di daerah tropis dan pendinginan (cooling) di daerah lintang tinggi. Kisaran harga temperatur di laut adalah -2o s.d. 35oC.
Tekanan di dalam laut akan bertambah dengan bertambahnya kedalaman. Sebuah parsel air yang bergerak dari satu level tekanan ke level tekanan yang lain akan mengalami penekanan (kompresi) atau pengembangan (ekspansi). Jika parsel air mengalamai penekanan secara adiabatis (tanpa terjadi pertukaran energi panas), maka temperaturnya akan bertambah. Sebaliknya, jika parsel air mengalami pengembangan (juga secara adiabatis), maka temperaturnya akan berkurang. Perubahan temperatur yang terjadi akibat penekanan dan pengembangan ini bukanlah nilai yang ingin kita cari, karena di dalamnya tidak terjadi perubahan kandungan energi panas. Untuk itu, jika kita ingin membandingkan temperatur air pada suatu level tekanan dengan level tekanan lainnya, efek penekanan dan pengembangan adiabatik harus dihilangkan. Maka dari itu didefinisikanlah temperatur potensial, yaitu temperatur dimana parsel air telah dipindahkan secara adiabatis ke level tekanan yang lain. Di laut, biasanya digunakan permukaan laut sebagai tekanan referensi untuk temperatur potensial. Jadi kita membandingkan harga temperatur pada level tekanan yang berbeda jika parsel air telah dibawa, tanpa percampuran dan difusi, ke permukaan laut. Karena tekanan di atas permukaan laut adalah yang terendah (jika dibandingkan dengan tekanan di kedalaman laut yang lebih dalam), maka temperatur potensial (yang dihitung pada tekanan permukaan) akan selalu lebih rendah daripada temperatur sebenarnya.


Gambar 1. Temperatur Profile
Satuan untuk temperatur dan temperatur potensial adalah derajat Celcius. Sementara itu, jika temperatur akan digunakan untuk menghitung kandungan energi panas dan transpor energi panas, harus digunakan satuan Kelvin. 0oC = 273,16K. Perubahan 1oC sama dengan perubahan 1K.
Seperti telah disebutkan di atas, temperatur menunjukkan kandungan energi panas, dimana energi panas dan temperatur dihubungkan melalui energi panas spesifik. Energi panas persatuan volume dihitung dari harga temperatur menggunakan rumus
Q = densitas x energi panas specific x temperatur
(temperatur dalam satuan Kelvin). Jika tekanan tidak sama dengan nol, perhitungan energi panas di lautan harus menggunakan temperatur potensial. Satuan untuk energi panas (dalam mks) adalah Joule. Sementara itu, perubahan energi panas dinyatakan dalam Watt (Joule/detik). Aliran (fluks) energi panas dinyatakan dalam Watt/meter2 (energi per detik per satuan luas).
Kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih banyak mengenai daerah ekuator daripada daerah kutub. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas sebelum cahaya tersebut mencapai kutub. Suhu di lautan kemungkinan berkisar antara -1.87°C (titik beku air laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar 42°C di daerah perairan dangkal (Hutabarat dan Evans, 1986).
Sebaran suhu secara menegak ( vertikal) diperairan Indonesia terbagi atas tiga lapisan, yakni lapisan hangat di bagian teratas atau lapisan epilimnion dimana pada lapisan ini gradien suhu berubah secara perlahan, lapisan termoklin yaitu lapisan dimana gradien suhu berubah secara cepat sesuai dengan pertambahan kedalaman, lapisan dingin di bawah lapisan termoklin yang disebut juga lapisan hipolimnion dimana suhu air laut konstan sebesar 4ºC. Pada lapisan termoklin memiliki ciri gradien suhu yaitu perubahan suhu terhadap kedalaman sebesar 0.1ºC untuk setiap pertambahan kedalaman satu meter (Nontji,1987).


Gambar 2. Profil suhu Permukaan Dunia
Suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin dalam suhu akan semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena kurangnya intensitas matahari yang masuk kedalam perairan. Pada kedalaman melebihi 1000 meter suhu air relatif konstan dan berkisar antara 2°C – 4°C (Hutagalung, 1988)
Suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari daerah pantai menuju laut lepas. Umumnya suhu di pantai lebih tinggi dari daerah laut karena daratan lebih mudah menyerap panas matahari sedangkan laut tidak mudah mengubah suhu bila suhu lingkungan tidak berubah. Di daerah lepas pantai suhunya rendah dan stabil.
Lapisan permukaan hingga kedalaman 200 meter cenderung hangat, hal ini dikarenakan sinar matahari yang banyak diserap oleh permukaan. Sedangkan pada kedalaman 200-1000 meter suhu turun secara mendadak yang membentuk sebuah kurva dengan lereng yang tajam. Pada kedalaman melebihi 1000 meter suhu air laut relatif konstan dan biasanya berkisar antara 2-4o C (sahala hutabarat,1986).
Faktor yang memengaruhi suhu permukaan laut adalah letak ketinggian dari permukaan laut (Altituted), intensitas cahaya matahari yang diterima, musim, cuaca, kedalaman air, sirkulasi udara, dan penutupan awan (Hutabarat dan Evans, 1986).

BAB II
TEKANAN DAN KEDALAMAN LAUT
Tekanan air laut bertambah terhadap kedalaman. Kedalaman air laut biasanya diukur dengan menggunakan echo sounder atau CTD (Conductivity, Temperature, Depth). Kedalaman yang diukur dengan menggunakan CTD didasarkan pada harga tekanan.
Tekanan didefinisikan sebagai gaya per satuan luas. Semakin ke dalam, tekanan air laut akan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya gaya yang bekerja pada lapisan yang lebih dalam. Satuan dari tekanan dalam cgs adalah dynes/cm2, sedangkan dalam mks adalah Newton/m2. Satu Pascal sama dengan satu Newton/m2. Dalam oseanografi, satuan tekanan yang digunakan adalah desibar (disingkat dbar), dimana 1 dbar = 10-1 bar = 105 dynes/cm2 = 104 Pascal.
Gaya akibat tekanan bekerja dari tekanan yang berbeda pada satu titik ke titik lainnya. Gaya ini bekerja dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Di laut, gaya gravitasi yang bekerja (ke arah bawah) akan diimbangi oleh gaya akibat adanya perbedaan tekanan tersebut (ke arah atas), sehingga air yang bergerak ke bawah tidak akan mengalami percepatan.
Tekanan pada satu kedalaman bergantung pada massa air yang berada di atasnya. Persamaan yang digunakan untuk mengukur harga kedalaman dari harga tekanan adalah persamaan hidrostatis, yaitu
dp=ρ x g x dh
Keterangan
dp=perubahan tekanan,
ρ=densitas air laut,
g=percepatan gravitasi, dan
dh=perubahan kedalaman.
Jadi, jika tekanan berubah sebesar 100 dbar, dengan harga percepatan gravitasi g=9.8 m/det2 dan densitas air laut ρ=1025 kg/m3, maka perubahan kedalamannya adalah 99,55 meter. Variasi tekanan di laut berada pada kisaran nol (di permukaan) hingga 10.000 dbar (di kedalaman paling dalam).

BAB III
SALINITAS AIR LAUT
3.1. Teori Asal-Usul Garam-Garam di laut
Mula-mula diperkirakan bahwa zat-zat kimia yang menyebabkan air laut asin berasal dari darat yang dibawa oleh sungai-sungai yang mengalir ke laut, entah itu dari pengikisan batu-batuan darat, dari tanah longsor, dari air hujan atau dari gejala alam lainnya, yang terbawa oleh air sungai ke laut. Jika hal ini benar tentunya susunan kimiawi air sungai tidak akan berbeda dengan susunan kimiawi air laut. Namun tabel 2 menunjukkan bahwa ada perbedaan besar dalam susunan kimiawi kedua macam air tersebut. Jadi dugaan itu tidak benar. Lalu dari mana sebenarnya asal garam-garam tersebut.
Menurut teori, zat-zat garam tersebut berasal dari dalam dasar laut melalui proses outgassing, yakni rembesan dari kulit bumi di dasar laut yang berbentuk gas ke permukaan dasar laut. Bersama gas-gas ini, terlarut pula hasil kikisan kerak bumi dan bersama-sama garam-garam ini merembes pula air, semua dalam perbandingan yang tetap sehingga terbentuk garam di laut. Kadar garam ini tetap tidak berubah sepanjang masa. Artinya kita tidak menjumpai bahwa air laut makin lama makin asin.
Zat-zat yang terlarut yang membentuk garam, yang kadarnya diukur dengan istilah salinitas dapat dibagi menjadi empat kelompok, yakni:
1. Konstituen utama : Cl, Na, SO4, dan Mg.
2. Gas terlarut : CO2, N2, dan O2.
3. Unsur Hara : Si, N, dan P.
4. Unsur Runut : I, Fe, Mn, Pb, dan Hg.
Konstituen utama merupakan 99,7% dari seluruh zat terlarut dalam air laut, sedangkan sisanya 0,3% terdiri dari ketiga kelompok zat lainnya. Akan tetapi meskipun kelompok zat terakhir ini sangat kecil persentasenya, mereka banyak menentukan kehidupan di laut. Sebaliknya kepekatan zat-zat ini banyak ditentukan oleh aktivitas kehidupan di laut.
Selain zat-zat terlarut ini, air juga mengandung butiran-butiran halus dalam suspense. Sebagian dari zat ini akhirnya terlarut, sebagian lagi mengendap ke dasar laut dan sisanya diurai oleh bakteri menjadi zat-zat hara yang dimanfaatkan tumbuhan untuk fotosintesis.
Tabel 1. Perbedaan kandungan garam dan ion utama antara air laut dan air sungai
NAMA UNSUR % jumlah berat seluruh gram
AIR LAUT AIR SUNGAI
Klorida 55,04 5,68
Natrium 30,61 5,79
Sulfat 7,68 12,14
Magnesium 3,69 3,41
Kalsium 1,16 20,29
Kalium 1,10 2,12
Bikarbonat 0,41 -
Karbonat - 35,15
Brom 0,19 -
Asam borak 0,07 -
Strontium 0,04 -
Flour 0,00 -
Silika - 11,67
Oksida - 2,75
Nitrat - 0,90
Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di laut (salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.
Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam.
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan klorida.
Salinitas ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah total dalam gram bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air laut jika semua karbonat dirubah menjadi oksida, semua bromida dan yodium dirubah menjadi klorida dan semua bahan-bahan organik dioksidasi. Selanjutnya hubungan antara salinitas dan klorida ditentukan melalui suatu rangkaian pengukuran dasar laboratorium berdasarkan pada sampel air laut di seluruh dunia dan dinyatakan sebagai:
S (o/oo) = 0.03 +1.805 Cl (o/oo) (1902)
Lambang o/oo (dibaca per mil) adalah bagian per seribu. Kandungan garam 3,5% sebanding dengan 35o/oo atau 35 gram garam di dalam satu kilogram air laut. Persamaan tahun 1902 di atas akan memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo jika klorinitas sama dengan nol dan hal ini sangat menarik perhatian dan menunjukkan adanya masalah dalam sampel air yang digunakan untuk pengukuran laboratorium. Oleh karena itu, pada tahun 1969 UNESCO memutuskan untuk mengulang kembali penentuan dasar hubungan antara klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan definisi baru yang dikenal sebagai salinitas absolut dengan rumus:
S (o/oo) = 1.80655 Cl (o/oo) (1969)
Namun demikian, dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan hasil yang sama dengan definisi sebelumnya.
Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan. Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas.
Salinitas praktis dari suatu sampel air laut ditetapkan sebagai rasio dari konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada temperatur 15oC dan tekanan satu standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa KCl adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari definisi ini adalah:
S = 0.0080 - 0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 - 7.0261 K2 + 2.7081 K5/2
Catatan:
Dari penggunaan definisi baru ini, dimana salinitas dinyatakan sebagai rasio, maka satuan o/oo tidak lagi berlaku, nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai 35 dalam satuan praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan "psu" dalam menuliskan harga salinitas, yang merupakan singkatan dari "practical salinity unit". Karena salinitas praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki satuan, jadi penggunaan satuan "psu" sebenarnya tidak mengandung makna apapun dan tidak diperlukan. Pada kebanyakan peralatan yang ada saat ini, pengukuran harga salinitas dilakukan berdasarkan pada hasil pengukuran konduktivitas.
Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o - 40oLU atau 23,5o - 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan).



Gambar 3. Typical temperature and salinity profiles in the open ocean.


3.2. Sebaran Salinitas di Laut
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai. Perairan estuaria atau daerah sekitar kuala dapat mempunyai struktur salinitas yang kompleks, karena selain merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif lebih ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air sangat menentukan. Beberapa kemungkinan ditunjukkan secara diagramatis pada gambar 1. Pertama adalah perairan dengan stratifikasi salinitas yang sangat kuat, terjadi di mana air tawar merupakan lapisan yang tipis di permukaan sedangkan di bawahnya terdapat air laut. Ini bisa ditemukan di depan muara sungai yang alirannya kuat sedangkan pengaruh pasang-surut kecil. Nelayan atau pelaut di pantai Sumatra yang dalam keadaan darurat kehabisan air tawar kadang-kadang masih dapat menyiduk air tawar di lapisan tipis teratas dengan menggunakan piring, bila berada di depan muara sungai besar.
Kedua, adalah perairan dengan stratifikasi sedang. Ini terjadi karena adanya gerak pasang-surut yang menyebabkan terjadinya pengadukan pada kolom air hingga terjadi pertukaran air secara vertikal. Di permukaan, air cenderung mengalir keluar sedangkan air laut merayap masuk dari bawah. Antara keduanya terjadi percampuran. Akibatnya garis isohalin (=garis yang menghubungkan salinitas yang sama) mempunyai arah yang condong ke luar. Keadaan semacam ini juaga bisa dijumpai di beberapa perairan estuaria di Sumatra.
Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan di lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen kira-kira setebal 50-70 m atau lebih bergantung intensitas pengadukan. Di perairan dangkal, lapisan homogen ini berlanjut sampai ke dasar. Di lapisan dengan salinitas homogen, suhu juga biasanya homogen. Baru di bawahnya terdapat lapisan pegat (discontinuity layer) dengan gradasi densitas yang tajam yang menghambat percampuran antara lapisan di atas dan di bawahnya.
Di bawah lapisan homogen, sebaran salinitas tidak banyak lagi ditentukan oleh angin tetapi oleh pola sirkulasi massa air di lapisan massa air di lapisan dalam. Gerakan massa air ini bisa ditelusuri antara lain dengan mengakji sifat-sifat sebaran salinitas maksimum dan salinitas minimum dengan metode inti (core layer method).
Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o – 40oLU atau 23,5o – 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan).
3.3. Dinamika Salinitas di Daerah Estuaria
Estuaria adalah perairan muara sungai semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Estuaria dapat terjadi pada lembah-lembah sungai yang tergenang air laut, baik karena permukaan laut yang naik (misalnya pada zaman es mencair) atau pun karena turunnya sebagian daratan oleh sebab-sebab tektonis. Estuaria juga dapat terbentuk pada muara-muara sungai yang sebagian terlindungi oleh beting pasir atau lumpur.
Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi, antara lain:
1. Tempat bertemunya arus air tawar dengan arus pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.
2. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.
3. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.
4. Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut.
3.4. Model Salinitas
”Model Salinitas” adalah suatu penggambaran atas kadar garam yang terdapat pada air, baik kandungan atau perbedaannya sehingga untuk tiap daerah dimungkinkan terdapat perbedaan ”model salinitas”nya.
Perubahan salinitas dipengaruhi oleh pasang surut dan musim. Ke arah darat, salinitas muara cenderung lebih rendah. Tetapi selama musim kemarau pada saat aliran air sungai berkurang, air laut dapat masuk lebih jauh ke arah darat sehingga salinitas muara meningkat. Sebaliknya pada musim hujan, air tawar mengalir dari sungai ke laut dalam jumlah yang lebih besar sehingga salinitas air di muara menurun.
Perbedaan salinitas dapat mengakibatkan terjadinya lidah air tawar dan pergerakan massa di muara. Perbedaan salinitas air laut dengan air sungai yang bertemu di muara menyebabkan keduanya bercampur membentuk air payau. Karena kadar garam air laut lebih besar, maka air laut cenderung bergerak di dasar perairan sedangkan air tawar di bagian permukaan. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya sirkulasi air di muara.
Aliran air tawar yang terjadi terus-menerus dari hulu sungai membawa mineral, bahan organik, dan sedimen ke perairan muara. Di samping itu, unsur hara terangkut dari laut ke daerah muara oleh adanya gerakan air akibat arus dan pasang surut. Unsur-unsur hara yang terbawa ke muara merupakan bahan dasar yang diperlukan untuk fotosintesis yang menunjang produktifitas perairan. Itulah sebabnya produktifitas muara melebihi produktifitas ekosistem laut lepas dan perairan tawar. Lingkungan muara yang paling produktif di jumpai di daerah yang ditumbuhi komunitas bakau.



BAB IV
DENSITAS AIR LAUT
Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari dinamika laut. Perbedaan densitas yang kecil secara horisontal (misalnya akibat perbedaan pemanasan di permukaan) dapat menghasilkan arus laut yang sangat kuat. Oleh karena itu penentuan densitas merupakan hal yang sangat penting dalam oseanografi. Lambang yang digunakan untuk menyatakan densitas adalah ρ (rho).
Densitas air laut bergantung pada temperatur (T), salinitas (S) dan tekanan (p). Kebergantungan ini dikenal sebagai persamaan keadaan air laut (Equation of State of Sea Water):
ρ = ρ(T,S,p)
Penentuan dasar pertama dalam membuat persamaan di atas dilakukan oleh Knudsen dan Ekman pada tahun 1902. Pada persamaan mereka, ρ dinyatakan dalam g cm-3. Penentuan dasar yang baru didasarkan pada data tekanan dan salinitas dengan kisaran yang lebih besar, menghasilkan persamaan densitas baru yang dikenal sebagai Persamaan Keadaan Internasional (The International Equation of State, 1980). Persamaan ini menggunakan temperatur dalam oC, salinitas dari Skala Salinitas Praktis dan tekanan dalam dbar (1 dbar = 10.000 pascal = 10.000 N m-2). Densitas dalam persamaan ini dinyatakan dalam kg m-3. Jadi, densitas dengan harga 1,025 g cm-3 dalam rumusan yang lama sama dengan densitas dengan harga 1025 kg m-3 dalam Persamaan Keadaan Internasional.
Densitas bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya temperatur, kecuali pada temperatur di bawah densitas maksimum. Densitas air laut terletak pada kisaran 1025 kg m-3 sedangkan pada air tawar 1000 kg m-3. Para oseanografer biasanya menggunakan lambang σt (huruf Yunani sigma dengan subskrip t, dan dibaca sigma-t) untuk menyatakan densitas air laut. dimana σt = ρ - 1000 dan biasanya tidak menggunakan satuan (seharusnya menggunakan satuan yang sama dengan ρ). Densitas rata-rata air laut adalah σt = 25. Aturan praktis yang dapat kita gunakan untuk menentukan perubahan densitas adalah: σt berubah dengan nilai yang sama jika T berubah 1oC, S 0,1, dan p yang sebanding dengan perubahan kedalaman 50 m.
Densitas maksimum terjadi di atas titik beku untuk salinitas di bawah 24,7 dan di bawah titik beku untuk salinitas di atas 24,7. Hal ini mengakibatkan adanya konveksi panas.
• S < 24.7 : air menjadi dingin hingga dicapai densitas maksimum, kemudian jika air permukaan menjadi lebih ringan (ketika densitas maksimum telah terlewati) pendinginan terjadi hanya pada lapisan campuran akibat angin (wind mixed layer) saja, dimana akhirnya terjadi pembekuan. Di bagian kolam (basin) yang lebih dalam akan dipenuhi oleh air dengan densitas maksimum. • S > 24.7 : konveksi selalu terjadi di keseluruhan badan air. Pendinginan diperlambat akibat adanya sejumlah besar energi panas (heat) yang tersimpan di dalam badan air. Hal ini terjadi karena air mencapai titik bekunya sebelum densitas maksimum tercapai.
Seperti halnya pada temperatur, pada densitas juga dikenal parameter densitas potensial yang didefinisikan sebagai densitas parsel air laut yang dibawa secara adiabatis ke level tekanan referensi.

Gambar 4. Grafik Densitas

Sabtu, 29 Januari 2011

Asosiasi dan Interaksi di Mangrove

Pengambilan data interaksi dan asosiasi di mangrove dilakukan di wilayah sekitar perairan Teluk manado, pada pesisir pantai Tongkaina,Manado sulawesi Utara. Luas transek yang digunakan sebesar 10 m x 10 m (100 m2). Pengambilan data mangrove ini dilakukan hanya satu plot transek dimana transek tersebut dianggap mewakili keseluruhan ekosistem mangrove.
Interaksi yang terjadi antara makhluk hidup yang berada dalam ekosistem hutan mangrove secara umum antara lain:
1. Predasi: Pemangsaan karang oleh predatornya (Ular dan Buaya).
2. Simbiosis mutualisme: hubungan antara gologan Crustace dengan akar mangrove. Karena akar mangrove adalah tempat perlindungan utama untuk mengurangi tekanan gelombang saat pasang.
Hasil metabolisme crustacea digunakan mangrove sebagai pupuknya. Selain interaksi di atas, ada juga interaksi yang kompleks seperti jaring makanan yang melibatkan berbagai makhluk hidup yang ada dalam ekosistem hutan mangrove, yang secara umum dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
1. kelompok produsen yang terdiri dari organism autotrof, Terdiri dari semua flora yang ada di hutan mangrove.
2. kelompok konsumen yang merupakan organism heterotrof. Terdiri dari predator dan fauna yang ada dihutan mangrove. Disini berlaku siapa yang kuat maka dia yang bertahan hidup. Biasanya fauna berukuran lebih kecil selalu menjadi mangsa buat fauna yang berukuran lebih besar.
Untuk mempertahankan hidup, dari masing-masing spesies yang ada di hutan mangrove mempunya cara tersendiri. Ada yang bersimbiosis namun ada juga yang mandiri.



Gambar 2. Fauna di Hutan Mangrove
3.1. Interaksi Sumber Daya Perairan dengan Hutan Mangrove
Substrat yang ada di ekosistem mangrove merupakan tempat yang sangat disukai oleh biota yang hidupnya di dasar perairan atau bentos. Dan kehidupan beberapa biota tersebut erat kaitannya dengan distribusi ekosistem mangrove itu sendiri. Sebagai contoh adalah kepiting yang sangat mudah untuk membuat liang pada substrat lunak yang ditemukan di ekosistem mangrove. Beberapa sumberdaya perairan yang sering ditemukan di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai berikut :
3.1.1. Ikan
Ikan di daerah hutan mangrove cukup beragam yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp).
2. Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae).
3. Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda, Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.
4. Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.
3.1.2. Crustacea dan Moluska
Berbagai jenis fauna yang relatif kecil dan tergolong dalam invertebrata, seperti udang dan kepiting (Krustasea), gastropoda dan bivalva (Moluska), Cacing (Polikaeta) hidup di hutan mangrove. Kebanyakan invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar mangrove, atau di lantai hutan mangrove. Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan mangrove yang berlumpur. Melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove (Perhatikan Lampiran 1)
Biota yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah crustacea dan moluska. Kepiting, Uca sp. dan berbagai spesies Sesarma umumnya dijumpai di hutan Mangrove. Kepiting-kepiting dari famili Portunidae juga merupakan biota yang umum dijumpai. Kepiting-kepiting yang dapat dikonsumsi (Scylla serrata) termasuk produk mangrove yang bernilai ekonomis dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar hutan mangrove. Udang yang paling terkenal termasuk udang raksasa air tawar (Macrobrachium rosenbergii) dan udang laut (Penaeus indicus , Penaeus merguiensis, Penaeus monodon, Metapenaeus brevicornis) seringkali juga ditemukan di ekosistem mangrove. Semua spesies-spesies ini umumnya mempunyai dasar-dasar sejarah hidup yang sama yaitu menetaskan telurnya di ekosistem mangrove dan setelah mencapai dewasa melakukan migrasi ke laut. Ekosistem mangrove juga merupakan tempat memelihara anak- anak ikan.
Migrasi biota ini berbeda-beda tergantung spesiesnya. Udang Penaeus dijumpai melimpah jumlahnya hingga kedalaman 50 meter sedangkan Metapenaeus paling melimpah dalam kisaran kedalaman 11-30 meter dan Parapenaeopsis terbatas hanya pada zona 5-20 meter. Penaeid bertelur sepanjang tahun tetapi periode puncaknya adalah selama Mei – Juni dan Oktober- Desember yang bertepatan dengan datangnya musim hujan atau angin musim. Penaeus Merquiensis setelah post larva ditemukan pada bulan November dan Desember dan setelah 3 - 4 bulan berada di mangrove mencapai juvenile dan pada bulan Maret sampai Juni juvenil berpindah ke air yang dangkal. Setelah mencapai dewasa atau lebih besar, udang akan bergerak lebih jauh lagi keluar garis pantai untuk bertelur dengan kedalaman melebihi 10 meter. Waktu untuk bertelur dimulai bulan Juni dan berlanjut sampai akhir Januari.
Molusca yang memiliki nilai ekonomis biasanya sudah jarang ditemukan di ekosistem mangrove karena dieksploitasi secara besar-besaran. Contohnya adalah spesies Anadara sp saat ini jarang ditemukan di beberapa lokasi ekosistem mangrove karena dieksploitasikan secara berlebihan. Bivalva lain yang paling penting di wilayah mangrove adalah kerang darah (Anadara granosa) dan gastropod yang biasanya juga dijumpai terdiri dari Cerithidia obtusa, Telescopium mauritsii dan Telescopium telescopium. Kerang-kerang ini merupakan sumber daya yang penting dalam produksi perikanan, dan karena mangrove mampu menyediakan substrat sebagai tempat berkembang biak yang sesuai, dan sebagai penyedia pakan maka dapat mempengaruhi kondisi perairan sehingga menjadi lebih baik. Kerang merupakan sumberdaya penting dalam pasokan sumber protein dan sumber penghasilan ekonomi jangka panjang. Untuk penduduk sekitar pantai menjadikan kerang sebagai salah satu jenis yang penting dalam penangkapan di wilayah mangrove.
3.2. Interaksi Antara Komponen Ekosistem
Dalam ekosistem, komponen biotik dan abiotik merupakan komponen pokok ekosistem yang dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Antara komponen biotik dengan abiotik saling mempengaruhi. Hubungan antarkomponen dalam ekosistem tersebut disebut hubungan ekologi.
3.2.1. Pengaruh Komponen Abiotik terhadap Komponen Abiotik
Banyak kasus yang menunjukkan bahwa komponen abiotik sangat berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan dan hewan yang ada di atasnya. Air, kelembapan udara, cahaya matahari, gaya gravitasi maupun suhu lingkungann merupakan komponen abiotik yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan organisme
a. Pengaruh Air terhadap Organisme
Keberadaan air dalam setiap ekosistem sangat menentukan kelangsungan hidup semua organisme yang ada di dalamnya. Kandungan airdi berbagai lingkungan berbeda. Oleh karena itu, pada kondisi lingkungan yang kandungan airnya berbeda akan ditemukan jenis tumbuhan yang berbeda.
b. Pengaruh Cahaya Matahari Terhadap Organisme
Cahaya matahari merupakan sumber energi primer. Energi cahaya matahari oleh produsen atau tumbuhan hijau digunakan untuk fotosintesis. Tanpa cahaya matahari, tumbuhan hijau tidak mungkin melakukan fotosintesis. Itu berarti tidak mungkin tersedia makanan bagi tubuhan maupun organisme lain. Di samping itu, cahaya matahari juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan.
3.2.2. Pengaruh Faktor Biotik Terhadap Abiotik
a. Pengaruh Cacing Tanah Terhadap Kesuburan Tanah
Cacing tanah adalah hewan tidak berangka dan berbentuk bulat panjang amat menjijikkan. Namun, hewan tersebut mempunyai peranan yang besar dalam membantu menjaga kesuburan tanah. Cacing tanah biasa hidup di tanah yang basah atau di bawah pohaon yang banyak mengandung humus. Jejaknya di dalam tanah menyebabkann terbentuknya lubang yang menimbulkan rongga udara dalam tanah. Dari dalam lubang tempat tinggalnya itulah akan keluar gundukan tanah. Makan cacing adalah sisa tumbuhan. Sisa tumbuhan tersebut akan dihancurkan dengan alat pencernaannya yang telah berkembang cukup baik. Berkat kerja cacing tanah, sisa tumbuhan dihancurkan. Dengan demikian pengaruh cacing tanah terhadap tanah amat jelas,yaitu sebagai berikut:
1. Membantu menghancurkan sampah sehingga mengembalikan hara ke dalam tanah.
2. Menjadikan pengudaraan tanah menjadi lebih baik karena jejak cacing menyebabkan terbentuknya rongga udara dalam tanah
3. Menyuburkan dan menggemburkan tanah karena adanya pengudaraan dan pembongkaran sampah